Sudah tidak asing lagi ditelinga kita sebuah kalimat adagium yang mengatakan bahwa “seribu serigala dipimpin oleh seekor domba maka serigala akan mengembek semua, namun seribu domba dipimpin oleh seekor serigala maka domba-domba itu akan menyalak semuanya”.
Adagium di atas menggambarkan tentang peran seorang pemimpin yang sangat menentukan bagi keberlangsungan organisasi, lembaga, paguyuban, perusahaan, pemerintahan, masyarakat, keluarga. bahkan keberlangsungan kehidupan seorang individu sekalipun tidak terlepas dari peran pemimpin yang ada dalam dirinya yaitu hati.
Sebuah hadits mengatakan : “ sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik daging tersebut maka baiklah angota tubuhnya yang lain, jika buruk daging tersebut maka buruklah anggota tubuh yang lain, daging itu adalah hati”.
Dalam hadits yang lain Rasulullah telah memberikan warning :
…كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.(البخارى)
Tiap-tiap dari kita adalah Pemimpin dan masing-masing dari kita akan mempertanggungjawabkan atas kepemimpinan kita.
Peran pemimpin yang sangat penting dalam menjalankan roda organisasi dapat kita fahami juga melalui sejarah proses peralihan kepemimpinan pemerintahan islam dari Nabi Muhammad kepada Khalifah Abu Bakar. Begitu urgennya menentukan seorang pemimpin, sampai-sampai Abu Bakar As.Shiddiq dan Umar Bin Khattab bersama bebarapa sahabat Muhajirin terpaksa meninggalkan jenazah Rosulullah demi mendengar bahwa kaum Anshar sedang berkumpul di saqifah bani sa’idah untuk menentukan khalifah pengganti Rasulullah SAW, sehingga akhirnya terpilih Abu Bakar As-Shiddiq sebagai Khalifah umat islam yang pertama.
Nah, pertanyaannya adalah pemimpin yang bagaimana yang kita harapkan….?
Dalam konteks sebuah organisasi/lembaga, Pemimpin yang baik tentunya adalah pemimpin yang mampu mengorganisir dengan baik organisasi dan anggotanya sehingga tercipta suatu gerakan bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan mengacu pada aturan yang telah disepakati bersama.
Tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam sebuah organisasi/lembaga terdapat dinamika yang berkembang dan adanya perbedaan pendapat sesame anggotanya, lagi-lagi disinilah peran seorang pemimpin sangat menentukan dalam melihat dinamika yang terjadi dalam organisasi, kemampuannya akan diuji dalam meramu berbagai macam dinamika tersebut menjadi suatu energy besar yang kemudian dia arahkan untuk mencapai tujuan organisasi.
Namun pada kenyataannya banyak kita menyaksikan sebuah organisasi/lembaga besar dengan anggota yang banyak namun pengorganisasian anggota tidak berjalan dengan baik, sering pembagian jobs list yang sudah disepakati pada akhirnya hanya menjadi aturan di atas kertas samata, bahkan tidak sedikit yang hanya numpang nama di SK saja sementara tugasnya dikerjakan oleh orang lain.
Lalu, apa solusinya…?
Disinilah menurut hemat penulis, dibutuhkan “Ruh”kehidupan dalam sebuah organisasi/lembaga. Sebagaimana layaknya ruh bagi jasad ini yang berfungsi menghidupkan anggata badan sehingga bisa bergerak dan berfungsi sesuai dengan tugasnya masing-masing, Maka sebuah organisasi juga membutuhkan “RUH” yang mampu menggerakkan bagian dari organ-organ sebuah organisasi sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.
“KETELADANAN SEORANG PEMIMPIN” itulah menurut hemat penulis sebagai ruh yang mampu menggerakkan bagian-bagian organisasi sehingga mampu bekerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Keteladanan seorang pemimpin inilah yang akan menjadi energy bagi anggota untuk senantiasa bekerja sesuai dengan aturan dan tetap pada barisan yang sama untuk menuju tujuan yang telah di tetapkan bersama.
Mengenai keteladan seorang pemimpin, Muhammad Al-Fatih Sultan Daulah Turki Ustmani penulis kira sangat layak kita jadikan contoh bagi kita. Sang Penakluk (julukan bagi Muhammad Al-Fatih) telah mampu mengorganisir anggotanya dengan baik sehingga mampu merebut Konstantinopel, padahal para pendahulunya sejak dari daulah Umayyah tidak pernah berhasil alias selalu gagal dalam usaha menaklukkan benteng konstantinopel yang sangat bersejarah ini. Yang menarik adalah bahwa akan jatuhnya konstantinopel ketangan umat islam ini sudah di sampaikan rosulullah dalam haditsnya.
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan”.(al-hadits)
lalu keteladanan apa yang kita dapatkan dari kepemimpinan Muhammad Al-Fatih…?
Sejarah telah mencatat bahwa semenjak kecil Muhammad Al-Fatih di didik dengan nilai-nilai islam sehingga semenjak beliau baligh sampai meninggal dunia menurut beberapa catatan beliau tidak pernah meninggalkan shalat wajib, shalat tahajjud, shalat rawatib dan banyak ibadah-ibadah yang lain.
Keluhuran budi pekerti Sultan Muhammad Al-Fatih sebagai seorang pemimpin telah menjadi ruh bagi pasukannya untuk berjuang beminggu-minggu tanpa kenal menyerah dalam menaklukkan konstantinopel hingga pada akhirnya pada 29 Mei 1453 M konstantinopel jatuh ke tangan umat islam. Subhanallah wa lailaha illah wallahu akbar.
Maka menjadi catatan penting bagi kita semua, sejarah tersebut member pelajaran bahwa keberlangsungan organisasi yang kita pimpin akan sangat tergantung kepada keluhuran budi pekerti kita dalam menjalankannya, keluhuran budi pekerti kita sebagai seorang pemimpin dalam menghadapi dan mengelola setiap dinamika yang berkembang di dalam organisasi akan menjadi Ruh bagi seluruh anggotanya.
Sebaliknya ketika kita terlalu latah dalam mengadapi setiap dinamika yang berkembang, Curhat (baca : mengeluh) tidak sesuai dengan porsi dan bukan pada tempatnya, malah akan menjadi bumerang bagi kita dan keberlangsungan organisasi kita.
Salam Teladan.
Oleh : Syahwaludin
Dikutip dari : http://bemstaitdmbo.blogspot.com
Post a Comment