Saya menyarankan kepada para
kandidat, dan tim sukses yang mulai berkampanye untuk pemilihan kepala daerah
untuk meninggalkan model kampanye dengan cara lama yaitu cara kampanye dengan
menebar janji dari panggung ke panggung, dari kedai kopi ke kedai kopi,
tinggalkan cara kampanye dengan model pencitraan seolah-olah merakyat,
seolah-olah peduli pada orang miskin, peduli pada pendidikan dan peduli pada
kesehatan, tinggalkan cara kampanye dengan menjelek-jelekkan lawan, mencari
keburukan lawan bahkan menjurus kepada fitnah namun disisi yang lain menyanjung
calonnya sendiri seolah-olah sebagai seorang calon yang sempurna tanpa cacat.
Kampanye seperti itu menurut hemat
saya disamping dianggap basi, tidak mendidik, masyarakat juga sudah tidak respek
dan simpati, juga yang tidak kalah penting membuang tenaga, fikiran dan anggaran
yang sangat besar yang semestinya anggaran tersebut bisa digunakan untuk
memenuhi janji-janji kampanyenya.
Anggaplah bahwa setiap calon
Kepala Daerah membutuhkan dana Ratusan juta bahkan sudah menjadi rahasia umum
bahwa setiap calon harus memiliki anggaran milyaran rupiah untuk berkompetisi
dalam pilkada. Anggaran sebesar itu menurut hemat saya sering dihamburkan untuk
hal-hal yang kurang substansial, berlawanan dengan janji kampanyenya sendiri yang
ingin mensejahterakan masyarakat, dan terkesan hanya digunakan untuk membangun
pencitraan diri. Misalnya untuk membuat spanduk besar-besar di beberapa lokasi
strategis, membuat acara makan-makan timses yang mencolok, bakar ikan, potong
kambing, kumpul-kumpul tidak jelas kemudian dipublis ke media seolah-olah
merakyat dan peduli kepada rakyat.
Saya membayangkan, andaikata dana
yang begitu besar yang dimiliki setiap kandidat dan timsesnya itu digunakan
untuk hal-hal yang lebih substansial, memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan
untuk misi-misi kemanusian dan keumatan maka kampanye yang menggunakan cara
seperti ini tentu lebih dapat dipercaya dan layak untuk didukung karena sejak
kampanye dimulai para calon dan timses sudah memenuhi janji-janji bahkan semenjak
sebelum menjadi kepala daerah yang sah.
Misalnya nie janji-janji yang
sering disampaikan oleh para kandidat dan timsesnya.
JANJI MEMBANTU RAKYAT MISKIN
Dari pada calon dan timses sibuk kampanye berbusa-busa jika
nanti terpilih maka berjanji akan membantu masyarakat yang disampaikan dari
panggung ke panggung, warong kopi ke warong kopi, dari perkumpulan ke
perkumpulan yang tentunya menghabiskan dana yang sangat besar, semestinya
anggaran besar tersebut bisa digunakan oleh calon dan timses untuk membangun
rumah-rumah tidak layak huni milik dhuafa dan fakir miskin. bayangkan jika setiap
calon dan timses terjun langsung untuk melakukan kegiatan Bedah rumah yang
berhak secara gotong royong tentu aktivitas model seperti ini lebih bermanfaat,
akan sangat banyak tempat tinggal masyarakat lemah yang akan terbangun dan juga
kepeduliannya bukan sekedar pencitraan semata-mata plus anggaran yang
dikeluarkan jauh lebih bermanfaat dan tepat sasaran.
JANJI UNTUK PEDULI PADA PENDIDIKAN
Sektor pendidikan dianggap juga sebagai isu yang seksi
sehingga sering digunakan sebagai bahan kampanye oleh para calon dan timsesnya. Menurut saya para
calon dan timsesnya dapat menunjukkan tentang kepeduliannya pada dunia
pendidikan dalam bentuk aksi nyata bukan sekedar janji; misalnya dengan membelikan
dan membagikan buku-buku bacaan untuk pustaka di sekolah, madrasah, dayah,
TPA/TPQ maupun perguruan tinggi, beramal dengan membagikan buku dan alat tulis,
membangun asrama untuk santri di pesantren/TPQ/Masjid secara bergotong royong antara calon dan
timses . Tindakan nyata seperti ini menurut saya akan lebih baik dan menarik
simpati masyarakat.
DARI PADA JANJI LEBIH BAIK MELAKUKAN AKSI
Sungguh sangat disayangkan jika
para calon dan timsesnya yang tersebar diseluruh gampong-gampong plus anggaran
yang besar, hanya berkumpul kemudian membuat kampanye dari panggung-panggung
dengan menebar janji janji, lebih fatal lagi jika berkumpulnya calon dan timses
hanya digunakan untuk mencari kelemahan dan kekurangan kandidat yang lain kemudian
saling menjatuhkan sehingga hubungan social dan silaturrahmi antar masyarakat
yang menjadi korbannya.
Sepatutnya sumberdaya yang
dimiliki setiap calon baik berupa timses yang ramai dan sumber keuangan yang
besar diganakan untuk langsung menyusun aksi nyata dalam membantu masyarakat
tanpa harus menunggu terpilih sebagai kepala daerah. Tentu kesadaran calon akan
pentingnya aksi nyata bukan pencitraan dan didukung oleh timses yang cerdas dan
betul-betul tulus berjuang untuk kepentingan masyarakat umum itu menjadi
modalnya.
Semoga ada
Oleh : Syahwaludin
Post a Comment